ASMA KERJA

oleh: dr. Andreas Infianto, MM, Sp.P (K)

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh atau dihubungkan dengan lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang dimaksud tidak hanya terbatas pada tempat kerja formal seperti pabrik atau tempat kerja lain yang terorganisir dengan baik tetapi dapat juga tempat kerja informal seperti industri rumah tangga, industri tekstil yang dikelola secara sederhana, pengelolaan timbal aki bekas, penggunaan pestisida oleh petani, penggunaan solder timah pada jasa perbaikan alat elektronik dan lain-lain.

Asma akibat kerja adalah penyakit yang ditandai dengan adanya obstruksi (penyempitan) saluran nafas yang reversible (dapat kembali seperti semula) / saluran nafas yang terlalu responsif terhadap berbagai sebab / kondisi yang berhubungan dengan lingkungan kerja tertentu dan tidak terhadap rangsangan yang berasal dari luar tempat kerja.

Klasifikasi asma ditempat kerja menurut The American College of Chest Physicians tahun 1995 adalah:

1. Asma Akibat Kerja

Asma yang disebabkan paparan zat ditempat kerja, dibedakan atas 2 jenis tergantung ada tidaknya masa laten:

  1. Asma akibat kerja dengan masa laten yaitu asma yang terjadi melalui mekanisme imunologis. Pada kelompok ini terdapat masa laten yaitu masa sejak awal pajanan sampai timbul gejala. Biasanya terdapat pada orang yang sudah tersensitisasi yang bila terkena lagi dengan bahan tersebut maka akan menimbulkan asma.
  2. Asma akibat kerja tanpa masa laten yaitu asma yang timbul setelah pajanan dengan bahan ditempat kerja dengan kadartinggi dan tidak terlalu dihubungkan dengan mekanisme imunologis. Gejala seperti ini dikenal dengan istilah Irritant induced asthma atau Reactive Airways dysfunction Syndrome(RADS). RADS didefinisikan asma yang timbuldalam 24 jam setelah satu kali pajanan dengan bahan iritankonsentrasi tinggi seperti gas, asap yang menetap sedikitnya dalam 3 bulan.

2. Asma yang diperburuk ditempat kerja

Asma yang sudah ada sebelumnya atau sudah mendapat terapi asma dalam 2 tahun sebelumnya dan memburuk akibat pajanan zat ditempat kerja. Pada karyawan yang sudah menderita asma sebelum bekerja, 15 % akan memburuk akibat pajanan bahan / faktor dalam lingkungan kerja. Diagnosis asma akibat kerja ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang terdiri dari tes faal paru, tes provokasi bronkus dan test imunologi atau test pajanan dengan alergen spesifik.

Semua pekerja yang menderita asma dilakukan anamnesis yang teliti mengenai apa yang terjadi dilingkungan kerjanya. Hal yang perlu ditanyakan:

  • Kapan mulai bekerja ditempat sekarang?
  • Apakah tinggal dilingkungan tempat bekerja?
  • Apa pekerjaan sebelumnya?
  • Apa yang dikerjakan setiap hari?
  • Proses apa yang terjadi ditempat kerja?
  • Bahan – bahan apa yang dipergunakan dalam pekerjaan sehari-hari?
  • Apa saja keluhan yang dirasakan dan sejak kapan mulai dirasakan?
  • Apakah keluhan yang dirasakan berkurang setelah pulang kerja?
  • Apakah gejalanya membaik bila berada jauh dari tempat kerja atau pada saat hari libur?

Gejala klinis bervariasi umumnya penderita asma akibat kerja mengeluh batuk berdahak dan nyeri dada, sesak nafas serta mengi, beberapa pekerja merasakan gejala penyerta seperti rhinitis, iritasi pada mata dan dermatitis. Asma akibat kerja dapat dicegah dan disembuhkan bila didiagnosis lebih dini. Karena itu pencegahan merupakan tindakan yang paling penting. Pencegahan asma akibat kerja meliputi :

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan tahap pertama terhadap bahan /zat paparan yang ada dilingkungan kerja seperti debu atau bahan kimia agar tidak mengenai pekerja, sehingga pekerja tetap sehat selama dan setelah bekerja. Kegiatan yang dilakukan adalah Health Promotion (Promosi Kesehatan ) yaitu:

  1. Penyuluhan tentang perilaku kesehatan dilingkungan kerja.
  2. Menurunkan pajanan, dapat berupa subsitusi (penggantian) bahan, memperbaiki ventilasi, automatis proses (robot ), modifikasi proses untuk menurunkan sensitisasi, mengurangi debu rumah dan tempat kerja.
  3. Pemeriksaan kesehatan sebelum mulai bekerja untuk mengetahui riwayat kesehatan dan menentukan individu dengan resiko tinggi.
  4. Kontrol administrasi untuk mengurangi pekerja yang terpajan ditempat kerja dengan rotasi pekerjaan dan cuti.
  5. Dengan menggunakan alat proteksi pernapasan dapat menurunkan kejadian asma akibat kerja 10-20 %.

2. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder adalah mencegah terjadinya asma akibat kerja pada pekerja yang sudah terpajan dengan bahan dilingkungan pekerjaannya. Usaha yang dilakukan adalah : Pengendalian jalur kesehatan seperti pemeriksaan berkala. Pemeriksaan berkala bertujuan mendeteksi dini penyakit asma akibat kerja. Usaha yang dilakukan adalah pemeriksaan berkala pada pekerja yang terpajan bahan yang berisiko tinggi menyebabkan asma akibat kerja. Bila terdeteksi seorang pekerja dengan asma akibat kerja, kondisi tempat kerja harus harus dievaluasi apakah memungkinkan bagi pekerja untuk tetap bekerja ditempat tersebut atau pindah ketempat lain.

3. Pencegahan tersier

Dilakukan pada pekerja yang sudah terpapar bahan / zat ditempat kerja dan diagnosis kearah asma akibat kerja sudah ditegakkan. Tindakan penting yang dilakukan adalah menghindarkan penderita dari pajanan lebih lanjut, untuk mencegah penyakit menjadi buruk atau menetap. Bagi mereka yang belum pindah kerja harus diberitahu bahwa, apabila terjadi perburukan gejala atau memerlukan tambahan pemakaian obat-obatan atau penurunan fungsi paru atau peningkatan derajat hiperaktiviti bronkus, maka penderita seharusnya pindah kerja sesegera mungkin. Pada pekerja yang telah pindah kerja ketempat yang bebas pajanan harus dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6 bulan selama 2 tahun untuk menilai kemungkinan penyakit menetap atau tidak.

Penatalaksanaan asma akibat kerja sama dengan asma lain secara umum, yang penting adalah menghindari dari pajanan dari bahan penyebab asma, makin cepat terbebas dari pajanan makin baik prognosisnya.

Melanjutkan pekerjaan ditempat pajanan bagi pekerja yang telah tersensitisasi akan memperburuk gejala dan fungsi paru meskipun telah dilengkapi dengan alat pelindung ataupun pindah keruang lain yang lebih sedikit pajanannya. Pemindahan kerja sulit dilakukan, karena tidak mempunyai keahlian ditempat lain. Bagi mereka yang menolak pindah kerja harus diberitahukan bahwa apabila terjadi perburukan gejala atau memerlukan penambahan pemakaian obat-obatan atau penurunan fungsi paru atau peningkatan derajat hipereaktiviti bronkus maka penderita seharusnya pindah kerja.

Pemantauan merupakan hal yang tidak kalah pentingnya pada penderita asma akibat kerja. Menghindari paparan terhadap alergen penyebab akan memberikan kesembuhan pada 50 % kasus. Banyak penelitian mendapatkan bahwa gejala asma serta obstruksi bronkus dan hiperreaktifitas menetap walaupun sudah tidak terpapar oleh alergen tersebut. Pengobatan farmakologi asma akibat kerja sama dengan asma lainnya diantaranya dengan pemberian kortikosteroid inhalasi.

KESIMPULAN

  1. Penderita asma akibat kerja meningkat seiring dengan meningkatnya bidang industri.
  2. Asma di tempat kerja dibedakan antara asma akibat kerja dan asma yang diperburuk oleh lingkungan kerja.
  3. Asma akibat kerja bisa terjadi melalui mekanisme imunologis maupun nonimunologis.
  4. Tes provokasi dengan alergen spesifik merupakan gold standar untuk diagnosis asma akibat kerja
  5. Terapi obat – obatan asma akibat kerja sama dengan asma lain
  6. Asma akibat kerja dapat dicegah dengan pencegahan primer, sekunder dan tersier.
  7. Asma akibat kerja dapat disembuhkan bila diketahui secara dini dan segera menghindari alergen penyebab.
Leave a reply